Kemalasan Sosial (Social Loafing)

Apa itu Social Loafing? 

Social Loafing atau kemalasan sosial adalah kecenderungan penurunan usaha atau kinerja seseorang yang disebabkan oleh kehadiran orang lain atau saat di dalam kelompok dibanding ketika bekerja secara individu, independen atau seorang diri. Istilah social loafing dikenalkan pertama kali pada tahun 1979 oleh Latane, Williams & Harkins dalam jurnal psikology berjudul Many hands make light the work: The causes and consequences of social loafing.
 Social Loafing atau kemalasan sosial adalah kecenderungan penurunan usaha atau kinerja se Kemalasan Sosial (Social Loafing)
Social loafing merupakan kecenderungan individu untuk mengurangi motivasi dan usahanya saat bekerja dalam kelompok atau secara kolektif dibandingkan saat bekerja sendiri. Mereka menurunkan usaha mereka karena yakin tugas tersebut juga dikerjakan oleh orang lain (Karau dan Williams, 1993).

Sedangkan menurut Baron dan Byrne (2004), social loafing adalah membiarkan orang lain melakukan pekerjaan saat menjadi bagian dari kelompok. Social loafing cukup umum terjadi dalam berbagai tugas, baik yang bersifat kognitif maupun yang melibatkan usaha fisik. Social loafing memiliki dampak negatif, terutama bagi organisasi maupun kelompok. Salah satu dampak negatif dari social loafing adalah berkurangnya performa kelompok (group performance).

Dimensi Social Loafing 

Menurut Latane, Williams & Harkins (1981), social loafing terdiri dari dua dimensi, yaitu sebagai berikut:
  1. Dilution Effect. Individu kurang termotivasi karena merasa kontribusinya tidak berarti atau menyadari bahwa penghargaan yang diberikan kepada tiap individu tidak ada.
  2. Immediacy gap. Individu merasa terasing dari kelompok. Hal ini menandakan semakin jauh anggota kelompok dari anggotanya maka ia akan semakin jauh dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. 

Aspek-aspek Social Loafing 

Menurut Myers (2012), terdapat beberapa aspek terjadinya social loafing atau kemalasan sosial, yaitu sebagai berikut:
  1. Menurunnya motivasi individu untuk terlibat dalam kegiatan kelompok. Seseorang menjadi kurang termotivasi untuk terlibat atau melakukan suatu kegiatan tertentu pada saat orang tersebut berada dalam keadaan bersama-sama dengan orang lain. Mereka kurang termotivasi untuk terlibat dalam diskusi karena berada dalam lingkungan di mana ada orang lain yang mungkin mau melakukan respon yang kurang lebih sama terhadap stimulus yang sama. 
  2. Sikap pasif. Anggota kelompok lebih memilih untuk diam dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan usaha kelompok. 
  3. Pelebaran tanggung jawab. Usaha untuk mencapai tujuan kelompok merupakan usaha bersama yang dilakukan oleh para anggotanya. 
  4. Free ride atau mendompleng pada usaha orang lain. Individu yang memahami bahwa masih ada orang lain yang mau melakukan usaha kelompok cenderung tergoda untuk mendompleng (free ride) begitu saja pada individu lain dalam melakukan usaha kelompok tersebut. 
  5. Penurunan kesadaran akan evaluasi dari orang lain. Pemalasan sosial dapat juga terjadi karena dalam situasi kelompok terjadi penurunan pada pemahaman atau kesadaran akan evaluasi dari orang lain (evaluation apprehension) terhadap dirinya.

Faktor Penyebab Terjadinya Social Loafing 

Menurut Latane, Williams dan Harkins (1979), terdapat beberapa faktor yang menjadi sebab terjadinya social loafing, yaitu sebagai berikut:

a. Atribusi dan kesetaraan

Proses atribusi yang dapat menyebabkan seseorang melakukan loafing, karena mereka menganggap orang lain tidak kompeten dan tidak ada gunanya mengeluarkan usaha yang lebih keras dari anggota kelompok yang lain.

b. Pengaturan sasaran tidak maksimal

Tujuan kelompok yang tidak dibuat maksimal menyebabkan seseorang melakukan loafing karena menganggap kelompok akan mudah menyelesaikan tugas sehingga usaha dari anggota kelompok yang lain dianggap sudah cukup sehingga individu tidak perlu mengeluarkan usaha yang lebih banyak.

c. Kontingensi tidak seimbang

Individu melakukan loafing karena menganggap usaha yang dikeluarkannya dengan hasil yang didapatkan nanti tidak sesuai karena berada di dalam kelompok.

d. Evaluasi kelompok

Seseorang cenderung akan melakukan loafing bila dirinya sendiri atau orang lain tidak ada yang mengevaluasi pekerjaannya.

e. Kohesi kelompok

Individu yang berada dalam kelompok yang tidak kohesif akan cenderung melakukan loafing karena sesama anggota kelompok tidak begitu mengenal satu sama lain.

f. Distribusi Keadilan

Persepsi individu bahwa hasil kerja setiap anggota kelompok tidak akan mendapat reward yang sama akan menyebabkan individu mengurangi usahanya dalam kelompok.

g. Kolektivitas Individu

Individu yang berasal dari budaya individualis cenderung akan melakukan social loafing dibandingkan individu yang berasal dari budaya kolektivis. Hal ini disebabkan individu dengan budaya kolektivis akan lebih berorientasi pada kelompok dan menempatkan tujuan kelompok sebagai hal yang penting.

h. Kinerja rekan kerja

Individu akan melakukan loafing bila merasa usaha anggota kelompok yang lain akan tinggi sehingga dia tidak perlu mengeluarkan usaha yang lebih keras.

i. Motivasi berprestasi

Individu dengan motivasi berprestasi yang rendah akan cenderung melakukan loafing karena motivasi individu untuk beprestasi rendah sehingga tidak ada motivasi yang bisa mengeliminasi kecenderungan individu untuk melakukan loafing.

j. Ukuran Kelompok

Semakin besar anggota kelompok akan meningkatkan kecenderungan seseorang untuk melakukan social loafing. Individu akan merasa kontribusinya terbagi dengan anggota kelompok yang lain.

Daftar Pustaka

  • Latane, Williams, & Harkins. 1979. Many hands make light the work: The causes and consequences of social loafing. Journal of Personality and Social Psychology.
  • Latane, Williams, & Harkins. 1981. Identifiability as a deterrant to social loafing: Two cheering experiments. Journal of Personality and Social Psychology
  • Karau & Williams. 1993. Social loafing: A meta-analytic review and theoretical integration. Journal of Personality and Social Psychology.
  • Baron, Robert A & Byrne, Donn. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
  • Myers, D.G. 2012. Social Psychology. Jakarta: Salemba Humanika.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel