Pengertian, Pengukuran dan Pengendalian Iklim Kerja

Pengertian Iklim Kerja 

 Pengukuran dan Pengendalian Iklim Kerja Pengertian, Pengukuran dan Pengendalian Iklim Kerja
Iklim Kerja
Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi pada suatu tempat kerja. Cuaca kerja yang tidak nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat menurunkan kapasitas kerja yang berakibat menurunnya efisiensi dan produktivitas kerja (Subaris, dkk, 2008).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor, iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi akibat dari tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya (PER.13/MEN/X/2011).

Suhu di tempat kerja dapat dipengaruhi dari mesin dan faktor lingkungan di tempat kerja. Selama tubuh beraktivitas maka tubuh secara otomatis akan memelihara dan menyeimbangkan antara panas lingkungan yang diterima dengan panas dari dalam tubuh melalui kehilangan panas dalam tubuh.

Suhu nyaman bagi orang Indonesia adalah antara 24 - 26 C. suhu yang lebih dingin mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot dan suhu panas sendiri akan berakibat menurunkan prestasi kerja berfikir. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan memperlambat waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi saraf perasa motoris, serta memudahkan emosi untuk dirangsang, maka dari itu bekerja pada lingkungan kerja yang tinggi dapat membahayakan bagi keselamatan dan kesehatan kerja sehingga perlu upaya penyesuaian waktu kerja dan penyelenggaraan perlindungan yang tepat (Suma’mur, 2014).

Sumber Panas Lingkungan Kerja 

Menurut Suma’mur (2014), terdapat tiga sumber panas pada lingkungan kerja, yaitu:
  1. Iklim kerja setempat. Keadaan udara di tempat kerja, ditentukan oleh faktor-faktor keadaan antara lain suhu udara, penerangan, kecepatan gerakan udara dan sebagainya. 
  2. Proses produksi dan mesin. Mesin mengeluarkan panas secara nyata sehingga lingkungan kerja menjadi panas.
  3. Kerja otot. Tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan memerlukan energi yang diperlukan dalam proses oksidasi untuk menghasilkan energi berupa panas.
Sedangkan menurut Wahyuni (2008), terdapat beberapa sumber tempat kerja dengan iklim yang panas, yaitu:
  1. Proses produksi yang menggunakan panas, seperti: peleburan, pengeringan, pemanasan. 
  2. Tempat kerja yang terkena langsung matahari, seperti : pekerjaan jalan raya, bongkar muat barang pelabuhan, nelayan dan petani. 
  3. Tempat kerja dengan ventilasi kurang memadai.

Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Tenaga Kerja 

Menurut Gesang (2011), terdapat enam pengaruh iklim kerja yang tidak sesuai terhadap tenaga kerja, yaitu sebagai berikut:
  1. Gangguan perilaku dan performa kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian dan lain-lain. 
  2. Dehidrasi, yaitu suatu kondisi kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan).
  3. Heat rash, seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah.
  4. Heat cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium. 
  5. Heat syncope, keadaan yang disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah di bawah ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan pemaparan suhu tinggi.  
  6. Heat exhaustion, keadaan yang terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehingan garam, dengan gejalanya: mulut kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah.

Pengukuran Iklim Kerja 

Iklim kerja yang sesuai dengan tenaga kerja dapat diukur menggunakan metode sebagai berikut:
  1. Suhu efektif. Yaitu indeks sensor dari tingkat panas yang oleh seseorang tanpa baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban, dan kecepatan aliran udara. Kelemahan pemakaian suhu efektif adalah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. 
  2. Indek Suhu Bola Basah (Wet Bult Globe Temperature Index). Untuk pekerjaan dengan sinar matahari dihitung dengan rumus: I.S.B.B = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering. Sedangkan untuk penilaian di dalam ruang kerja gedung tanpa sinar matahari mengggunakan rumus: I.S.B.B = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi. 
  3. Indek kecepatan keluar keringat selama 4 jam (Predicated Four Hour Sweat Rate). Indek yang berdasarkan perhitungan kecepatan keluar keringat selama 4 jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan gerakan udara serta panas radiasi.
  4. Indeks Belding-Hatch. Di Indonesia dikenal dengan nama indeks tekanan panas. Indeks ini berdasarkan pada kebutuhan panas penguapan yang digunakan untuk menghilangkan penimbunan panas yang disebabkan oleh beban panas (lingkungan dan metabolisme = E reg), dan panas penguapan maksimum yang dapat dihasilkan oleh seseorang pada kondisi kerja tertentu.


Pengendalian dan Pengaturan Iklim Kerja 

Menurut Harrianto (2010), terdapat dua cara pengendalian tekanan panas di tempat kerja, yaitu sebagai berikut:

a. Pengendalian teknik 

Merupakan usaha yang paling efektif untuk mengurangi pajanan lingkungan panas yang berlebihan, dengan cara :
  1. Mengurangi produksi panas metabolik dalam tubuh.
  2. Otomatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan kerja fisik para tenaga kerja.
  3. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan benda-benda yang panas, dengan cara memberikan Isolasi/penyekat dan perisai.
  4. Mengurangi bertambahnya panas konveksi. Kipas angin untuk meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja yang panas.
  5. Mengurangi kelembaban. AC, peralatan penarik kelembaban, dan upaya lain untuk mengeliminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembapan di lingkungan kerja.

b. Pengendalian administratif

  1. Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang penuh. 
  2. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek tetapi sering dan rotasi tenaga kerja yang memadai. 
  3. Ruangan dengan penyejuk udara (AC) perlu disediakan untuk memberikan efek pendinginan pada para tenaga kerja waktu istirahat. 
  4. Penyediaan air minum yang cukup.

Daftar Pustaka

  • Subaris, H dan Haryono. 2008. Hygiene Lingkungan Kerja. Yogjakarta: Mitra Cendekia Press.
  • Suma'mur, PK. 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Sagung Seto.
  • Wahyuni, Sri. 2008. Pengaruh kompensasi, kemampuan dan lingkungan kerja terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. DUWA ATMI MUDA Kudus.
  • Gesang. 2010. Hubungan Tekanan Panas Dan Beban Kerja Dengan Kelelahan Pekerja. Jakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
  • Harrianto, Ridwan. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel