BENANG MERAH ANTARA LITOSFER, TEKTONISME DAN GEMPA DINEPAL

Mount Everest

Litosfer adalah kulit terluar dari planet berbatu. Litosfer berasal dari kata Yunani, lithos yang berarti berbatu, dan sphere yang berarti padat. Litosfer berasal dari kata lithos artinya batuan, dan sphere artinya lapisan. Secara harfiah litosfer adalah lapisan Bumi yang paling luar atau biasa disebut dengan kulit Bumi. Pada lapisan ini pada umumnya terjadi dari senyawa kimia yang kaya akan Si02, itulah sebabnya lapisan litosfer sering dinamakan lapisan silikat dan memiliki ketebalan rata-rata 30 km yang terdiri atas dua bagian, yaitu Litosfer atas (merupakan daratan dengan kira-kira 35% atau 1/3 bagian) dan Litosfer bawah (merupakan lautan dengan kira-kira 65% atau 2/3 bagian).
Litosfer Bumi meliputi kerak dan bagian teratas dari mantel Bumi yang mengakibatkan kerasnya lapisan terluar dari planet Bumi. Litosfer ditopang oleh astenosfer, yang merupakan bagian yang lebih lemah, lebih panas, dan lebih dalam dari mantel. Batas antara litosfer dan astenosfer dibedakan dalam hal responnya terhadap tegangan: litosfer tetap padat dalam jangka waktu geologis yang relatif lama dan berubah secara elastis karena retakan-retakan, sednagkan astenosfer berubah seperti cairan kental.
Litosfer terpecah menjadi beberapa lempeng tektonik yang mengakibatkan terjadinya gerak benua akibat konveksi yang terjadi dalam astenosfer.
Konsep litosfer sebagai lapisan terkuat dari lapisan terluar Bumi dikembangkan oleh Barrel pada tahun 1914, yang menulis serangkaian paper untuk mendukung konsep itu. konsep yang berdasarkan pada keberadaan anomali gravitasi yang signifikan di atas kerak benua, yang lalu ia memperkirakan keberadaan lapisan kuat (yang ia sebut litosfer) di atas lapisan lemah yang dapat mengalir secara konveksi (yang ia sebut astenosfer). Ide ini lalu dikembangkan oleh Daly pada tahun 1940, dan telah diterima secara luas oleh ahli geologi dan geofisika. Meski teori tentang litosfer dan astenosfer berkembang sebelum teori lempeng tektonik dikembangkan pada tahun 1960, konsep mengenai keberadaan lapisan kuat (litosfer) dan lapisan lemah (astenosfer) tetap menjadi bagian penting dari teori tersebut.
Didalam lapisan Litosfer tersebut akan dipengaruhi oleh aktivitas dari lempeng tektonik, tektonisme adalah proses yang terjadi akibat pergerakan, pengangkatan, lipatan dan patahan pada struktur tanah di suatu daerah. Yang di maksud lipatan adalah bentuk muka bumi hasil gerakan tekanan secara horizontal yang menyebabkan lapisan permukaan bumi menjadi berkerut dan melipat. Patahan adalah permukaan bumi hasil dari gerakan tekanan horizontal dan tekanan vertikal yang menyebabkan lapisan bumi menjadi retak dan patah. Ada dua jenis tektonisme, yaitu Epirogenesa dan Orogenesa.
Dampak Tektonisme dinamika Bumi oleh tenaga tektonisme akan memberi dampak pada banyak hal. Dampak nyata dapat langsung dilihat pada muka Bumi yang terpengaruh secara langsung. Pergeseran kerak Bumi mendorong terbentuknya berbagai jenis pegunungan dan cekungan sedimen. Lebih lanjut terjadinya tekanan, regangan, dan deformasi pada kerak Bumi (pengangkatan, amblesan, retakan, patahan, serta lipatan) didukung dengan adanya gaya gravitasi Bumi akan menimbulkan terjadinya erosi, longsoran, dan sedimentasi. Dari proses yang terjadi ini dapat menimbulkan bencana alam yang mengakibatkan kerugian materiil, harta benda, dan nyawa.
Dari aktivitas dari bumi yang kita singgahi ini membentuk pergerakan alam secara alamiyah yang diluar dugaan manusia.
Kathamandu terkonfirmasi naik hingga 1 meter akibat gempa Nepal pada Sabtu (25/4/2015). Bagaimana dengan Everest? Apakah Everest akan bertambah tinggi?
Prediksi James Jackson, geolog dari Cambridge University, Everest akan bertambah tinggi sekitar 10 centimeter akibat gempa Nepal sementara secara horizontal tak berubah. Itu prediksi awal. Untuk mengetahui dengan pasti, kini ilmuwan dari United States Geological Survey (USGS) tengah melakukan pemantauan di Everest. Kenneth Hudnut, pakar geofisika dari USGS, timnya kini tengah berusaha memanen data GPS dari stasiun di dekat Everest dalam 11 hari mendatang.Setelah 11 hari, perangkat yang ada akan mulai merekam data baru, menghapus data paling penting selama gempa terjadi.Data harus diambil secara langsung sebab gempa membuat stasiun tidak bisa mentransmisikan data GPS.
Sementara stasiun, disebut SYBC, berada pada lembah 30 kilometer dari puncak Everest, ilmuwan USGS kini harus berlomba mendapatkan helikopter untuk meneliti.Pengambilan data GPS itu menurut Hudnut penting. Tujuannya bukan cuma menguak apakah Everest bertambah tinggi atau bahkan menurun. "Kita berusaha memahami apa yang terjadi pada bumi dan sains di balik gempa itu," kata Hudnut seperti dikutip National Geographic, Selasa (28/4/2015)."Misalnya, kita ingin melihat apakah gempa mengakibatkan adanya tekanan di patahan lainnya yang berpotensi mengakibatkan gempa di masa mendatang," imbuhnya. Gempa telah membuat peta dunia yang dikembangkan National Geographic berubah. Misalnya ketika pulau baru muncul akibat gempa.Peta National Geographic juga pernah berubah sebab Gunung Cook di Selandia Baru turun ketinggiannya dari 3.754 meter menjadi 3.724 meter. Penurunan terjadi karena es meleleh.Fakta bahwa banyak fenomena mengubah peta dunia dan membuat gunung naik ketinggiannya menunjukkan bahwa planet Bumi sangat dinamis.
Dipublikasikan oleh : Makhsusassyakiri
Ref:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel